Sunday, July 25, 2010

ANAK LEBAH PUTIH, MENYELAMATKAN BUMI





Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional tanggal 22 Juli 2010, anak-anak School of Life Lebah Putih menyelenggarakan kegiatan menanam pohon. Pohon-pohon buah tersebut berasal dari pohon-pohon yang mereka bawa dari rumah sebagai salah satu persyaratan untuk masuk menjadi anggota komunitas School of Life Lebah Putih.





Ada yang membawa pohon pisang sampai pohon mangga gedeee sekali. Semua bergembira menanam pohon, kali ini anak-anak calon pemimpin bangsa mulai peduli terhadap lingkungannya, karena mereka masih hidup berpuluh-puluh tahun lagi, "Ayah...bunda jangan rusak alam kami, ayo makan buahnya jangan lupa tanam bijinya, sebelum menebang satu pohon, tanam dulu 5 batang pohon yang muda, biar sekolah kami tetap hijau, rumah kami tetap hijau dan alam kami tetap hijau".

Ada salah satu anak yang sempat bertanya "Bunda, aku suka sekolahan ini,nanti jangan diijinkan orang-orang yang punya tanah di sekitar ini membangun ya bunda, biar tetap hijau"

Wednesday, July 21, 2010

SEKOLAH INKLUSI, SEKOLAH MAQOM TERTINGGI

SEKOLAH INKLUSI, SEKOLAH MAQOM TERTINGGI
By Munif Chatib

Seorang sahabat, pemilik sekolah TK mengirim email kepada saya. Isi email itu adalah proposal dari kepala sekolah TK yang intinya mengajukan dana sebesar Rp. 180.000.000,- untuk mengubah warna cat gedung sekolahnya, mengganti logo dan motto sekolahnya, memindahkan playground dari halaman depan ke belakang, dan lain-lain. Yang menarik adalah alasan sang kepala sekolah mengganti itu semua. Alasannya adalah sekolah itu sudah merasa hebat, unggul, maju, favorit atau apapun namanya. Memang saya mendengar sekolah ini luar biasa, kepercayaan masyarakatnya sangat besar. Bayangkan pendaftaran siswa baru hanya dibuka dua hari, langsung seluruh kapasitas bangku penuh. Hebat kan? Nah karena sudah merasa di ‘puncak’ gunung, maka muncullah proposal untuk mengganti hal-hal yang bernuansa ‘context’ agar memberi ruangan ‘refresh; kepada semua guru.

Sahabat ini meminta pendapat saya. Langsung saya tanya bagaimana sistem perekrutan siswanya? Beliau menjawab, PSB nya sangat selektif, bahkan menggunakan tes masuk. Mengingat keterbatasan bangku, yang diterima adalah siswa yang sudah ‘matang’ untuk bersekolah dengan serangkaian alat tes. Langsung juga saya katakan dengan permohonan maaf terlebih dahulu bahwa sekolah anda belum di puncak. Sekolah anda masih di lereng gunung. Jika ingin mendaki di puncak maka rencanakan tahun depan ajaran baru sekolah anda menjadi sekolah inklusi. Insyaallah dana Rp. 180.000.000,- lebih dari cukup. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang menarik tentang apa sekolah inklusi itu.

Seorang kepala sekolah mengatakan kepada saya bahwa dia tidak setuju sekolahnya dikukuhkan sebagai sekolah inklusi sebab dikhawatirkan semua wali murid akan menarik anak-anaknya yang ‘normal’ (saya tidak suka menyebut anak ‘normal’ dan ‘tidak normal’, saat ini terpaksa) sebab ketakutan jika dikumpulkan bersama anak-anak yang tidak normal. Saya sangat tahu bahwa kepala sekolah ini masih belum paham tentang apa yang dimaksud sekolah inklusi.
Walhasil, semoga tulisan ini dapat membantu memberi pemahaman yang benar tentang sekolah inklusi.

Sekolah Inklusi dan SLB

Pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan pada bulan Juni 1994 memunculkan konsep baru pendidikan yaitu ‘SEKOLAH INKLUSI’ yaitu sekolah yang mempunyai prinsip mendasar yang memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
Sekolah inklusi adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi semua anak termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak luar biasa di sekolah atau lembaga pendidikan (diutamakan yang terdekat dengan tempat tinggal anak) bersama dengan teman-teman sebayanya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak.(Tim Pendidikan Inklusi Jawa Barat, 2003:4)

Pendapat lain mengatakan Sekolah Inklusi adalah sekolah yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Pendidikan yang memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas/ sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak. (Pendidikan yang Terbuka Bagi Semua, Djuang Sunanto, 2004:3)
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah:
1. Pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, emosional, sosial maupun kondisi lainnya.
2. Pendidikan yang memungkinkan semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang perbedaan yang ada pada mereka.
3. Pendidikan yang berupaya memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan kemampuannya.

Menurut saya, perbedaan yang mendasar dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah SLB hanya menerima siswa yang berkebutuhan khusus (ABK), di dalamnya tidak terdapat anak-anak yang tidak mempunyai hambatan. Sedangkan sekolah inklusi adalah yang di dalamnya terdapat anak yang berkebutuhan khusus dan anak-anak yang tidak mempunyai hambatan.

Target Sekolah Inklusi

Target untuk anak yang berkebutuhan khusus (ABK) adalah sebagai berikut:
1. Interpersonal. Yaitu mengembangkan kemampuan interpersonal, yaitu memberikan kesempatan ABK untuk berinteraksi dengan lingkungan yang ‘normal’. Hal ini sangat bermanfaat bagi perkembangan ABK. Pengembangan interpersonal inilah yang menjadi target terbesar untuk ABK. Jika seorang ABK sudah mampu dan tidak malu untuk berinteraksi dengan lingkungannya berarti sekolah inklusi itu berhasil.
2. Fokus. Yaitu melakukan intervensi terhadap fokus hambatannya, sehingga hambatan ABK dari tahun ke tahun dapat diperkecil.
3. Product. Yaitu target mengembangkan kemampuan maksimal ABK untuk memunculkan produk-produk yang mempunyai benefiditas, minimal untuk dirinya sendiri.

Target untuk anak yang tidak mempunyai hambatan adalah sebagai berikut;
1. Memberikan pemahaman dan pengalaman nyata kepada siswa-siswa yang lain bahwa di dunia ini berisi anak-anak yang berbeda, tidak ada yang sama. Sehingga anak-anak kita sangat peduli dengan perbedaan.
2. Membangun akhlak kepedulian dan toleransi terhadap teman yang mempunyai hambatan. Artinya kecerdasan interpersonal anak-anak kita juga akan terasah dengan mereka mempunyai sahabat anak-anak ABK.
3. Membangun nilai-nilai afektif yang sangat efektif.

Memang persiapan sumber daya manusia sekolah inklusi harus diperhatikan, antara lain:
1. Shadow Teacher, adalah guru pendamping yang mendampingi anak ABK dalam kelas reguler. Tugas shadow teacher adalah mereduksi indikator hasil belajar dalam bentuk IEP (Individualized Education Plan) dan ICP (Individual Curriculum Plan).
2. Terapis, adalah tenaga profesional yang membantu ABK sesuai dengan jenis hambatannya.

Menurut penulis, dan pengalaman banyak sekolah inklusi di Indonesia, sedikitnya tenaga-tenaga di atas menyebabkan sekolah inklusi mencari solusi yang terbaik. Hal ini wajar, sebab kebutuhan akan sekolah inklusi tambah lama tambah banyak. Anak-anak yang ABK terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Menurut Kepala Balai Pendidikan Khusus, Dinas Pendidikan Jateng, Susnadati, dari 37.000 ABK yang berada di wilayah Jateng sedikitnya ada 10.300 siswa yang telah mengeyam pendidikan secara layak. Sementara 26.500 ABK yang berada di usia TK, SD, SMP dan SMA belum mendapatkan pendidikan layak di sekolah inklusi maupun pendidikan luar biasa. Menurutnya, tingginya jumlah anak yang tidak bersekolah tersebut lantaran masyarakat masih menganggap anak tersebut sebagai aib keluarga. (Solo Pos, 17 Juni 2010).

Setiap Guru adalah terapis dan shadow

Sebenarnya kebutuhan tenaga terapis dan shadow teacher yang sangat minim dapat diatasi, apabila guru induk (main teacher) menguasai teknik-teknik dasar dan tingkat lanjut tugas shadow dan terapis. Saya pernah bertanya kepada Pak Ciptono, penulis buku best seller Guru Luar Biasa dan kepala sekolah SLB di Semarang, apakah bisa guru induk mempunyai kemampuan shadow dan terapis. Beliau menjawab sangat bisa asal gurunya ‘MAU’. Belakangan saya menyadarai maksud ‘MAU’ dari pak Ciptono itu adalah kepala sekolah dan guru harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Kepala Sekolah dan guru yang mempunyai paradigma bahwa setiap anak dengan segala macam kondisi berhak untuk sekolah.
2. Kepala Sekolah dan guru yang mempunyai paradigma bahwa setiap anak mempunyai multiple intelligennce yang beragam.
3. Kepala Sekolah dan guru yang mempunyai kesabaran dan ketekunan mendidik. Artinya profesi guru itu bersumber dari hati dan cinta kepada siswanya, bukan faktor yang lain. Jika kepala sekolah dan gurunya tidak mau repot, biasanya mereka akan gagal.
4. Kepala Sekolah dan guru yang ikhlas mengajar dan belajar, sehingga siswanya yang mempunyai hambatan malah menjadi sumber belajar.

Mungkin masih banyak lagi kriteria kemauan guru untuk menjadi GURUNYA MANUSIA. Apabila anda sebagai kepala sekolah atau sebagai guru merasa belum mampu menjadikan sekolah anda SEKOLAH INKLUSI dengan segala macam masalah dan alasan, maka itu sah-sah saja. Sebab hal ini terkait dengan visi dan misi sekolah. Namun alangkah indahnya jika kepala sekolah dan guru yang tidak siap dengan SEKOLAH INKLUSI, tidak memberikan informasi yang salah kepada masyarakat.

Praktis, jika semua guru mampu melaksanakan tugas shadow dan terapis, masalah jumlah yang tinggi ABK dapat tertampung pada semua sekoalh reguler.

Semoga dengan tulisan ini, kita semua sebagai insan pendidikan memahami tingkatan maqom sebuah sekolah. Percayalah maqom tertinggi dari sebuah sekolah itu adalah SEKOLAH INKLUSI. Nah ... setelah ini, saya mengajak semua komponen pendidikan untuk bersatu padu, bergandeng tangan untuk mendukung sekolah inklusi. Bukan sebaliknya mencerca sekolah inklusi, anti dengan sekolah inklusi.

Semoga Allah membangunkan istana di akhirat kelak untuk para kepala sekolah dan para guru yang dengan hati dan cinta membangun dan menyelenggarakan sekolah inklusi. Sebab nilai-nilai kemanusiaan akan terbangun dari sekolah-sekolah tersebut.
Amin ya robbal alamien.

Tuesday, July 13, 2010

PERMAINAN TRADISIONAL DI ALOHA LIBURAN







Permainan tradisional sudah semakin asing di dunia anak-anak jaman digital saat ini. Mereka lebih akrab dengan komputer dibandingkan dengan gobak sodor. Mereka lebih familiar dengan game-game digital dibandingkan dengan permainan yang memanfaatkan alam di sekitar rumahnya. Hal ini secara sadar maupun tidak akan mengubah karakter anak secara perlahan namun pasti. Sifat ego anak-anak jaman sekarang lebih tinggi dibandingkan sifat sosialnya. Karena mereka sangat akrab dengan permainan individual dibandingkan permainan tradisional yang lebih banyak menerapkan kegiatan berkelompok, bersosial dsb.

Untuk itulah di acara Aloha Liburan School ofLife Lebah Putih yang diselenggarakan dari tanggal 5-8 Juli 2010 kami mengajak anak-anak kembali ke dunia bermain yang alami memnfaatkan barang-barang yang ada di sekitar mereka dan mendaur ulang barang bekas menjadi sarana yang lebih bermanfaat.

Kegiatan Aloha Liburan School of Life Lebah Putih ini meliputi :

1. Pengenalan kostum tradisional Jawa
Disini para fasilitator menggunakan pakaian adat jawa berupa kain batik dan caping yang dimodifikasi menjadi aneka bentuk kostum sehingga membuat mereka tetap merasa nyaman menjadi fasilitator bermain bersama anak-anak. Kostum fasilitator yang berbeda ini sangat penting karena anak-anak serasa sudah masuk dalam aura tempat yang berbeda.

2. Pengenalan Permainan Tradisional
Di acara morning activity, anak-anak dibebaskan memilih permainan yang sudah tersedia antara lain engklek, lompat tali, dakon dan egrang batok kelapa. Mereka merasakan satu persatu permainan yang mulai asing dari kehidupan mereka sehari-hari.

3. Little Musician
Kehadiran grup musik Cycle menambah hidupnya suasana aloha liburan kali ini. Anak-anak dibuka wawasannya bahwa barang bekas bisa didaur ulang menjadi alat musik yang sangat indah dan unik. Mereka dibebaskan untuk memainkan alat musik yang tersedia lebih dulu, kemudian melihat grup Cycle bermain, dan akhirnya anak-anak memiliki gaya sendiri dalam memainkan alat musiknya.

4.Aha Aku Bisa!
Anak-anak diajak untuk membuat alat musik sendiri dari botol-botol yang diisi air sehingga menjadi tangga nada. Dengan sendok sebagai alat pukulnya mereka bisa menyanyikan satu buah lagu anak sederhana diiringi alat musik gitar oleh Elan dan botol berisi air.

5.Yook Buat Wayang
Di session terakhir anak-anak mendengarkan wayang dan membuat sendiri wayang dari kardus susu untuk dibawa pulang

Waaaah seru sekali acara liburan kali ini di School of Life Lebah Putih....ayo yang belum ikut tahun ini, jangan terlewat mendaftarkan diri di tahun depan ya, pasti lebuh seru....

Konsep Penerimaan Siswa Baru


KONSEP PENERIMAAN SISWA BARU
sebuah paradigma yang manusiawi
By Munif Chatib

Betapa banyak kekecewaan, kesal bahkan marah dari banyak orangtua yang putra putrinya gagal memasuki sekolah pada tahun ajaran baru ini. Baik sekolah yang dituju adalah sekolah negeri atau swasta. Pada sisi lain, terjadi pembentukan kaki-kaki negatif pada ‘self image’ anak atau konsep diri anak. Perasaan ‘bodoh’, ‘lemah’, ‘kalah bersaing’, ‘lebih baik anak lain daripada aku’, dan jutaan lagi perasaan negatif yang terjadi pada diri anak-anak kita. Bayangkan kalau peruntuhan kepercayaan diri ini terjadi setiap tahun di negeri ini.

Berikut ini beberapa pernyataan yang menimbulkan gema kekecewaan tersebut:
“Maaf anak ibu/bapak belum dapat di terima di SD ini, sebab dari hasil tes kematangannya, dia belum matang”.

“Maaf anak ibu/bapak belum dapat bergabung di SD ini, sebab masih belum bisa membaca dengan cepat, kami kuatir nanti anak ini tertinggal dengan anak yang lain”.

“Maaf anak ibu/bapak belum dapat diterima di SD ini, sebab belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik”.

“Maaf anak ibu/bapak tidak diterima masuk ke SMP/SMA ini, sebab nilai NEM nya kurang, sayang sekali hanya kurang 0.5”.

“Maaf anak ibu/bapak belum bisa menjadi siswa SMP/SMA ini, sebab dari hasil psikotes kami, kemampuan anak ini di bawah rata-rata”.

“Maaf anak ibu/bapak belum dapat diterima di SMP/SMA ini, sebab tes kemampuan kognitif anak ibu hanya 7.4. Sekolah ini menerima siswa yang hasil tesnya 7.5 ke atas”.

“Maaf, kami tidak menerima anak-anak yang berkebutuhan khusus, mungkin bisa di sekolah lain saja”.

Mungkin jika saya teruskan pernyataan maaf ini panjangnya bisa menjadi 100 halaman. Persoalannya adalah apakah benar konsep untuk masuk sekolah anak kita harus melewati serangkaian tes, yang mana ujungnya akan mempunyai dua kemungkinan, yaitu DITERIMA atau DITOLAK.

Sekolah vs Perusahaan

Perusahaan adalah institusi yang di dalamnya harus diisi oleh orang-orang yang menunjukkan produktivitas. Jangan sampai ada salah dan lemah. Wajar, agar perusahaan itu maju. Produk atau jasa yang dijualnya dapat laku. Oleh sebab itu untuk merekrut karyawannya, setiap perusahaan mempunyai pola rekrutmen yang ketat. Rekrutmen ini menggunakan konsep ranking. Calon karyawan dengan nilai tes tertinggi yang mempunyai kemungkinan besar diterima.

Sedangkan sekolah adalah intitusi belajar, yang mana di dalamnya harusnya wajar berisi siswa-siswa yang tidak bisa, siswa-siswa yang berbuat salah. Sebab untuk itulah institusi sekolah itu dibangun. Mengajarkan bagaimana anak yang awalnya tidak bisa menjadi bisa, atau anak yang awalnya salah menjadi benar. Institusi sekolah mestinya mirip dengan balita yang ingin belajar berlari. Awalnya berdiri, jatuh. Lalu berjalan, jatuh lagi. Kemudian berlari, yang juga di awali dengan jatuh sana jatuh sini, sampai akhirnya dapat berlari cepat.

Sayangnya, yang sekarang terjadi pada sistem penerimaan siswa baru kita adalah konsep perusahaan di tarik dan diterapkan pada konsep sekolah. Jika hal ini terus diselenggarakan, maka akan terjadi banyak peruntuhan kepercayaan diri generasi muda kita. Setiap anak akan mendapat pengalaman ‘AKU GAGAL’ setiap tahunnya.

Screening vs Planning

Screening adalah penyaringan atau penyeleksian yang digunakan untuk menyeleksi beberapa orang untuk dapat masuk dan mengikuti sebuah institusi kerja. Institusi kerja adalah institusi yang sudah mempunyai ‘standard operation procedure’ (SOP) dan berharap orang yang masuk mampu melakukan SOP tersebut. Oleh sebab itu screening membutuhkan analisa jabatan, job discription, kualifikasi, dan serentetan tes. Hasil screening ada dua kemungkinan, yaitu DITERIMA atau DITOLAK. Praktis screening tepat untuk institusi perusahaan.

Planning adalah penyusunan perencanaan program yang disesuaikan dengan orang-orang yang terdapat dalam sebuah institusi belajar. Artinya orang yang masuk institusi ini harus diektahui kondisinya, kemudian dibuatkan perencanaan program agar orang tersebut mampu meraih target yang ditentukan. Dalam planning dibutuhkan data sebanyak mungkin data orang-orang yang mendaftar. Makin banyak data, makin mudah menyusun perencanaan program untuk setiap orang. Dan dalam planning tidak ada orang yang DITERIMA atau DITOLAK. Semuanya diterima. Planning inilah yang tepat untuk konsep penerimaan baru di institusi sekolah.

The Best Process vs The Best Input

Sekolah mestinya menganut konsep the best process, bukan the best input. Seluruh komponen sekolah akan mempunyai peluang besar menjadi ‘agent of change’ jika penerimaan siswa barunya tidak melakukan serangkaian tes-tes masuk yang ketat. Sebab jika yang masuk hanya siswa pandai dan baik, maka peluang menjadi agent of change menjadi tereduksi.
Sekolah yang baik adalah yang menerima siswa-siswanya dengan kondisi apapun, namun sekolah tersebut mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan siswanya yang jelas terlihat maupun kemampuan yang tersembunyi.

Himbauan orangtua sebagai konsumen pendidikan

Kita sebagai orangtua dari anak-anak kita yang sedang menuntut ilmu dan sekaligus menjadi konsumen pendidikan, harus mempunyai paradigma kualitas sekolah yang baik untuk anak-anak kita. Kubur sudah paradigma sekolah unggul adalah sekolah yang masuknya sulit, dengan dertasn tes-tes yang ketat. Percayalah sekolah semacam itu adalah sekolah yang tidak siap menerima siswa yang mempunyai kelemahan dan hambatan. Sehingga kemampuan guru-gurunya patut dipertanyakan. Kita sebagai masyarakatlah yang secara tidah sadar mempertahankan paradigma yang salah ini, dengan bangga sekali ketika harus menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah yang ‘gila tes masuk’. Sebaliknya jika ada sekolah yang menerima siswanya tanpa tes, malah kita dengan mudah mengatakan sekolah tersebut tidak bermutu. Ayo ubah paradigma kita menjadi yang benar, agar anak kita tidak menjadi korban.
Betapa banyak sekolah-sekolah yang menomorsatukan kemampuan kognitif melahirkan generasi-generasi yang tidak kreatif dan yang rapuh ketika menemui masalah kehidupan sebenarnya.
Semoga tulisan ini berguna buat kita sebagai orangtua yang menginginkan pendidikan berkualitas bagi anak-anaknya.

Monday, July 5, 2010

LEBAH PUTIH FACILITATOR CAMP







Fasilitator adalah ujung tombak dari keberhasilan sebuah pendidikan, karena merekalah yang akan memegang peranan dalam menyampaikan materi dengan mudah dan menyenangkan.

Untuk itulah School of Life "Lebah Putih" sebagai sebuah lembaga pendidikan yang baru muncul di tahun ajaran 2010-2011 ini, menekankan pada proses pembentukan teamwork para fasilitatornya dengan menyelenggarakan "Lebah Putih Facilitator Camp". Camp ini diselenggarakan di "Moo's Camp" desa Sukorejo, kecamatan Musuk, Kab Boyolali selama 4 hari dari tanggal 4-8 Maret.

Tujuan dari diselenggarakannya acara ini adalah terbentuknya teamwork yang bagus antar fasilitator, memperdalam materi tentang "Inquiry Based Learning" yang menjadi ruh dari school of life "Lebah Putih" dan membiasakan para fasilitator untuk mempraktekkan pola belajar anak-anak yang akan diterapkan di kelas "Lebah Putih"

Pelatihan ini dipandu oleh tiga trainer nasional sekaligus founder dan konsultan School of Life "Lebah Putih",yaitu Bp. Dodik Mariyanto (trainer nasional dari Synergi Kreatif, Founder Lebah Putih), Ibu Dyah M Sulistyati atau yang lebih akrab disapa Ms Lilis (Trainer Nasional English Community dan konsultan kurikulum Lebah Putih dan Ibu Septi Peni Wulandani, yang lebih sering disapa dengan panggilan "bunda" (trainer nasional Jarimatika Indonesia dan founder Lebah Putih)

Materi Camp kali ini meliputi Inquiry Based Learning, Lesson Plan, Creative Thinking, Teamwork games, Outbond dan river tracking.
Semua peserta tampak antusias mulai dari awal acara ini sampai akhir. Apalagi di saat river tracking, setelah 3 hari bergulat dengan materi, tugas dan praktek akhirnya mereka harus bertemu air sungai dengan bebatuan yang luar biasa indah.

Thursday, July 1, 2010

SCHOOL OF LIFE LEBAH PUTIH








....bila Anda termasuk orang tua yang tidak ingin anak anda hanya bisa menggambar dua gunung, matahari di tengahnya, kotak-kotak sawah dengan jalan yang tegak membelahnya.....

....bila Anda adalah orang tua yang suka melihat anak-anak anda aktif bergerak,berkegiatan dan belajar, bukan hanya duduk manis mendengarkan bu guru.....

.....bila Anda mencita-citakan anak yang tidak sekedar pandai melainkan juga kreatif dan berani.....

Kini saatnya anda dan buah hati bergabung dengan komunitas School of Life Lebah Putih. Di Lebah Putih anak-anak akan belajar dalam suasana gembira di sekolah dengan halaman luas, di tengah kebun yang tenang.

Anak-anak akan leluasa aktif bergerak, bermain dan bersosialisasi dalam nuansa alami, belajar tanpa terasa dan tanpa perasaan terpaksa.


RAGAM KEGIATAN

1. INTELLECTUAL CURIOSITY
Mengasah rasa ingin tahu anak dengan melatih mereka agar terampil bertanya dan melihat tantangan.
Di kelas ini anak diajak untuk melihat dunia dengan berbagai media sesuai dengan tema yang ditetapkan saat itu.

2. CREATIVE IMAGINATION
Mendorong anak untuk berani mengungkapkan gagasan dan mengekspresikan diri.
Di Kelas ini anak-anak dilatih art, music dan life skill yang mendorong mereka berpikir kreatif, berimajinasi dan menghasilkan karya nyata. Anak-anak dibebaskan untuk mengekspresikan diri dalam bentuk coretan dan warna sehingga tidak akan pernah ada maestro yang mati saat mereka memasuki usia sekolah.

3.ART OF DISCOVERY
Melatih anak merumuskan gagasan dan memecahkan persoalan. Mengasah kepekaan dengan merekontruksi jejak para peneliti dan penemu
di kelas ini anak-anak diajak untuk bermain science dan math dengan menyenangkan. Melakukan beberapa penelitian sains sederhana dan menemukan pola-pola menarik dalam belajar matematika.

4. NOBLE ATTITUDE
Menumbuhkan karakter yang kokoh pada diri anak dan mengasah aspek spiritualnya.
Di kelas ini anak-anak mengkaji dan mempelajari social studies dengan cara yang menarik, mengupas kembali fungsi pembelajaran bahasa (language) agar lebih mengarah pada pe,bentukan budaya dan karakter anak.

5.MORNING ACTIVITIES
Sebuah kegiatan spesial, dilakukan setiap pagi hari, ditujukan untuk membangun suasana gembiradan rasa suka anak untuk belajar.

Metode yang digunakan di School of Life Lebah Putih adalah menerapkan "Inquiry Based Learning"

Sekilas tentang "Inquiry Based Learning"
Seorang anak pada dasarnya adalah seorang "inquirer" seseorang yang dipenuhi rasa ingin tahu, bertanya dan mengumpulkan informasi.
Fitrah anak ini sering sekali hilang seiring berjalannya waktu.
Pertanyaannya: Kemana sang fitrah ini pergi?
Rupanya kemampuan alamiah anak untuk memahami dunia dan kehidupan ini "banyak dimatikan" oleh orang dewasa di sekitarnya; bisa jadi dia adalah orang tua atau guru.

Proses ini tidak selalu didasarkan pada rasa tidak suka atau jengkel, seperti tidak tahan terus menerus ditanya, capek melihat anak yang super aktif dll, tetapi bisa juga karena didasarkan rasa kasih sayang, misal ingin cepat-cepat memberi jawaban,segera ,menyelesaikan kesulitan yang dihadapi anak, menuruti setiap kemauan anak tanpa seleksi dll.

Inquiry Based Learning ingin mengembalikandan mengembangkan fitrah dasar anak sebagai "The Inquirer"ini melalui proses :
1. Aktif bertanya
2. Aktif memecahkan masalah
3.Berpikir kritis dan kreatif

Lokasi :
Jalan Sidomulyo RT 6 Rw 11, Ngawen, Mangunsari Salatiga telp 0298-9105902
Email :lebahputih@ymail.com
Blog ; http//padepokanlebahputih.blogspot.com

Pendaftaran
Jalan margosari PR 4 Salatiga, telp:0298-326217